Jika seandainya kita—seluruh orang Indonesia “Mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah air Indonesia.” Juga seandainya kita mengaku “Berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.” Dan juga seandainya kita “Mengaku menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia” seperti yang tertuang pada makna Sumpah Pemuda. Lalu kemudian pengucapan makna Sumpah Pemuda itu tak hanya lewat lisan dan hanya terpelihara dalam hati sanubari, namun juga diiringi dengan tindakan atau aksi yang nyata. Maka sesungguhnya kita telah menjalankan beberapa bagian dari azas Pancasila di kehidupan yang kita jalani sekarang ini. Maka sesungguhnya kita telah menghargai jasa-jasa seluruh pahlawan Indonesia
jauh sebelum Pancasila yang di ikrarkan oleh Presiden Soekarno pada pidato spontannya pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian digunakan sebagai ideologi dasar negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Beberapa benih atau bibit butir dari Pancasila sudah diikrarkan oleh isi Sumpah Pemuda yang kala itu lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Dan bahkan Sumpah Pemuda pun juga memiliki keterkaitan dari ikrar, serta kebiasaan yang telah dilaksanakan, dilakukan, juga diterapkan oleh pendahulu alias nenek moyang bangsa Indonesia. Jadi intinya adalah, Sumpah Pemuda adalah ibarat Ibu Kandung dari Pancasila, yang saling terkait dan memiliki keterikatan satu sama lain. Karena seluruh ikrar yang pernah didengung-dengungkan oleh seluruh pahlawan/orang-orang Indonesia di masa lalu, tidak hanya Sumpah Pemuda dan Pancasila, memiliki keterkaitan satu sama lain. Artinya, sejarah panjang itu tercipta secara garis besarnya ingin memiliki Indonesia yang utuh dan sepenuhnya, dengan seluruh warga negara yang saling bahu-membahu atau gotong royong satu sama lain demi tegaknya Indonesia di masa depan.
Ukuran Nasionalisme Warga Indonesia
Lalu kemudian, rasa kesetiaaan, rasa nasionalisme, dan patriotisme warga negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dari sikap, tindakan, menghayati, mengamalkan Pancasila yang mana sebagai sendi, azas, serta dasar ideologi negara ini yang juga mengatur pola perilaku dan tingkah laku warga negaranya ke arah yang baik. Dalam artian baik disini ialah, seluruh insan manusia dalam satu ikatan negara, negara Indonesia, bersama-sama mampu untuk menciptakan sikap yang menjunjung tinggi butir-butir amalan Pancasila. Karena dengan berpegang teguh kepada Pancasila diharapkan, apapun itu pengaruh yang datangnya dari luar. Dalam kata lain, pengaruh budaya negara lain berupa kebiasaan atau tren kekinian yang tengah populer atau digandrungi masyarakat internasional yang berpotensi untuk merusak amalan Pancasila, tidak akan pernah mampu menggoyahkan semangat Pancasila di dalam hati sanubari kita.
Keterkaitan Pancasila dengan Zaman Kerajaan
Bukti dari ikrar yang pernah didengungkan oleh seluruh pahlawan/orang-orang Indonesia di masa lalu dan memiliki keterkaitan hubungan satu sama lain, salah satunya adalah Pancasila. Istilah Pancasila itu sendiri telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit berkuasa pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dikutip dari buku Sutasoma, Pancasila selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (Sansekerta). Pancasila juga memiliki arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima”. Rumusannya ialah:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
Pengertian Pancasila
Pancasila yang juga mengatur kehidupan bernegara dan pemerintahan, yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sesungguhnya telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia di masa lalu. Rumusan Pancasila seperti tercantum dalam paragraf ke-4 preambule UUD 1945:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Mengakui harkat martabat, persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Persatuan Indonesia
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
Sebagai warga negara Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, serta tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Pengaruh Luar/Globalisasi dan Peran Pancasila Sebagai Identitas Bangsa
Hidup di zaman sekarang ini setelah masa kemerdekaan, menuntut kita untuk menjaga amalan Pancasila dari ancaman degradasi yang disebabkan pengaruh globalisasi. Sehingga dalam prosesnya, bak ‘virus penyakit’ yang nampak tak berbahaya, namun akan mampu menghancurkan secara perlahan-lahan Pancasila yang telah dipegang teguh serta dilaksanakan oleh seluruh pahlawan/orang-orang Indonesia di masa lalu, hingga orang-orang Indonesia di masa kini. Dan kemudian ‘virus penyakit’ itu akan menghilangkan amalan Pancasila, sehingga identitas bangsa akan koma dengan sendirinya.
Tahun 2013
Di zaman ini, teknologi informasi dan komunikasi adalah big factor (faktor terbesar), atau main factor (faktor utama) dalam pengaruh globalisasi. Karena di zaman ini, tren teknologi semakin meningkat secara pesat atau berada pada titik maksimal, sehingga segala macam informasi dapat diakses melalui media komputer yang terhubung dengan jaringan internet, yang dapat kita baca dan temukan di banyak portal/website berita, lalu social media online (jaringan sosial) seperti Facebook, Twitter dan lainnya. Maka setelah berkaca akan hal itu, pengaruh globalisasi tidak akan dapat dihindari. Namun kita bisa memproteksi ancaman pengaruh globalisasi yang juga mengancam amalan Pancasila dengan cara mengambil sikap atas sisi positif yang ada dengan menyerapnya, dan membuang jauh sisi negatif yang mampu mengancam kita menjauh dari amalan Pancasila.
Adapun sisi positif pengaruh era globalisasi antara lain misalnya :
1. Dengan dimulainya pasar internasional, maka itu secara langsung dapat membuka lahan pekerjaan atau kesempatan kerja, serta meningkatkan devisa negara.
2. Dengan beragamnya informasi yang kita serap melalui banyak media, kita dapat meniru pola berpikir yang baik dari kebiasaan masyarakat internasional. Seperti : harus memiliki sikap etos kerja dan displin yang tinggi.
3. Belajar mengikuti. Dengan cara belajar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang sudah diaplikasikan ke dalam bentuk yang nyata oleh suatu negara—yang terbukti dapat meningkatkan suatu urusan/masalah ke arah yang lebih baik.
Adapun sisi negatif pengaruh era globalisasi antara lain misalnya :
1. Hilangnya amalan Pancasila karena mempercayai suatu paham seperti Liberalisme, atau Komunisme, atau lainnya.
2. Selalu menggunakan produk luar atau dari negara lain. Sehingga dengan ini akan mematikan pasar lokal, dan juga menghilangkan rasa kecintaan kita terhadap produksi dalam negeri/buatan asli Indonesia.
3. Karena akibat terlalu banyak menyerap dan meniru budaya, kebiasaan, atau tren kekinian yang diciptakan oleh budaya luar, sehingga kita kebablasan.
4. Timbulnya kesenjangan sosial yang dalam antara si kaya dan si miskin, sehingga sila ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” hanya tinggal kata-kata yang tak mempunyai arti.
5. Munculnya sikap individualistis dalam banyak hal, sehingga banyak dari butir-butir sila Pancasila yang menekankan pada kebersamaan dan gotong royong akan koma dengan sendirinya.
Hal Nyata
Pengaruh globalisasi memang tidak akan secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme seseorang. Namun secara keseluruhan akan menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi tergerus dan kacaunya bisa jadi akan hilang. Sebut saja, pengaruh globalisasi yang menghinggapi generasi muda sekarang ini:
1. Merubah kebiasaan berpakaian dan berdandan.
2. Mengakses situs-situs porno akibat terinspirasi dari film-film budaya luar
3. Terbiasa dengan tindakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
4. Musyawarah mufakat sudah tidak berlaku.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengantisipasi serta memproteksi kita dari pengaruh globalisasi yang dapat mengancam eksistensi nilai-nilai Pancasila ialah:
1. Melaksanakan ajaran agama yang dipercayai dengan sebaik-baiknya.
2. Selalu berpedoman teguh terhadap Pancasila, dengan cara mengamalkannya.
3. Selalu menggunakan produk lokal, sehingga menumbuhkan semangat mencintai produk dalam negeri.
4. Menegakkan hukum dengan seadil-adilnya.
5. Membuang jauh sisi negatif pengaruh globalisasi, dan menyerap sisi positifnya untuk kemajuan bangsa.
Kenyataan yang ada pada masa sekarang ini, sebagian besar masyarakat kita masih memandang bahwa pemerintahan pada masa orde baru jauh lebih baik jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan saat ini. Pemikiran para orang tua kita telah terjajah oleh pandangan-pandangan materil yang diajarkan pada bangku sekolah. Padahal jika kita menilai atau menimbang kembali perkembangan ilmu yang tertuang dalam sumber-sumber tertulis dengan kenyataan yang ada, sesungguhnya banyak manipulasi ilmu yang terjadi tanpa kita ketahui kebenarannya. Salah satunya adalah manipulasi ilmu sejarah yang banyak menggembor-gemborkan image positif dari beberapa tokoh sejarawan atau nasionalis.
Penetrasi arus globalisasi terus menerjang bangsa kita. Tidak ada pilihan menghindar kecuali beradaptasi tanpa harus menafikan kearifan lokal dan nilai-nilai Pancasila. Masalah kebangsaan seperti konflik sosial berbasis perbedaan etnis, agama, budaya, primordialisme, dan intoleransi adalah beberapa yang sering mengintai. Padahal Indonesia adalah negara integralistik yang menjunjung tinggi prinsip persaudaraan dan kekeluargaan. jadi Pancasila sebagai unsur pemersatu bangsa kita yang berbhineka tunggal ika.
0 comments:
Post a Comment